MENABUR kebaikan  merupakan hal yang patut dilakukan  kepada sebanyak mungkin pihak, agar  sementara waktu berjalan, kebaikan  itu terus “mengalir” dan kita dapat  turut mewarnai dunia sekitar kita  dengan kebaikan dan kasih.
Kita tidak tahu apa yang bakal terjadi, kita tidak boleh menunda berbuat kebaikan - kebaikan tanpa pilih-pilih.
Kita  menabur kebaikan bukan  supaya mengharapkan pahala. Kebaikan kita  adalah batu nisan kita yang  paling baik, kata Spurgeon. Lagi pula,  seperti kata bijak yang  mengatakan, “What this world needs is a new kind of army - the army of the kind” – Apa yang dibutuhkan dunia adalah suatu jenis pasukan - pasukan kebaikan.
Namun,   juga tidak disangkal dan menjadi pengalaman nyata kita, ada kalanya   kebaikan itu bisa “kembali” kepada kita yang sudah memulainya. Bisa   segera terjadi, atau lama sesudah kita menabur kebaikan tersebut.   Seperti kisah dibawah ini – yang pasti bukan sekedar kebetulan.
SUDAH  cukup lama seorang nenek melambai tangan di pinggir jalan, di sebuah   malam yang hujan. Akhirnya, seorang pria mau berhenti. Si nenek meminta   tolong agar pria tadi memperbaiki mobilnya yang mogok. Sejam berlalu  dan  mobil itu siap dipakai lagi. Merasa sangat berterima kasih, si  nenek  hendak memberi sejumlah uang. Akan tetapi, pria itu menolak.  Katanya,  “Jika Ibu ingin berterima kasih, berikanlah kebaikan kepada  orang lain  yang Ibu temui sambil mengingat pertemuan kita ini.” Lalu,  mereka  berpisah.
Suatu  hari, karena tergerak oleh belas kasih si  nenek memberi uang kepada  seorang pelayan restoran yang sedang hamil  beserta catatan kecil, “Aku  telah menerima kebaikan pada suatu malam  yang hujan.” Dan, ………..  perempuan hamil itu adalah istri pria tadi.
----------
How  beautiful a day can be  When kindness touches it! When kindness touches  it! (Betapa indah jadinya hari bila kebaikan menyentuhnya! Ketika  kebaikan menyentuhnya!) - George Alliston

Tidak ada komentar:
Posting Komentar